Halaman

Jumat, 07 September 2012

Mengenang Kiai Hamid Pasuruan ; Falsafahnya Pohon Kelapa

 

Orang mengenal Kiai Hamid karena beliau dikenal sebagai seorang wali. Dan orang mengatakan wali – biasanya – hanya karena keanehan seseorang. Tidak banyak yang tahu tentang sejatinya beliau. Nah ! Dalam rangka memperingati haulnya pada bulan Mei ini kami turunkan sekelumit tentang beliau.
 

Seperti halnya orang mengenal Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani sebagai sultanul auliya’, tidak banyak yang tahu bahwa sebetulnya Syekh Abdul Qodir adalah menguasai 12 disiplin ilmu. Beliau mengajar ilmu qiraah, tafsir, hadits, nahwu, sharaf, ushul fiqh, fiqh dll. Beliau sendiri berfatwa menurut madzhab Syafi’I dan Hanbali. Juga Sahabat Umar bin Khattab, orang hanya mengenal sebagai Khalifah kedua dan Panglima perang. Padahal beliau juga wali besar. Beliau pernah mengomando pasukan muslimin yang berada di luar negeri cukup dari mimbar Masjid di Madinah dan pernah menyurati dan mengancam sungai Nil di Mesir yang banyak tingkah minta tumbal manusia, hingga nurut sampai sekarang.
 

Kiai Abdul Hamid yang punya nama kecil Abdul Mu’thi lahir di Lasem Rambang Jawa Tengah tahun 1333 H bertepatan dengan tahun 1914 M. dari pasangan Kiai Abdullah bin Umar dengan Raihanah binti Kiai Shiddiq. Beliau yang biasa dipanggil Mbah Hamid ini adalah putra keempat dari 12 saudara.
 

Seperti umumnya anak cerdas, Hamid pada waktu kecil nakalnya luar biasa, sehingga dia yang waktu kecil dipanggil Dul ini panggilannya dipelesetkan menjadi Bedudul. Kenakalannya ini dibawa sampai menginjak usia remaja, dimana dia sering terlibat perkelahian dengan orang China yang pada waktu itu dipihak para penjajah. Pernah suatu saat dia ajengkel melihat lagak orang China yang sombong, kemudian orang China tersebut ditempeleng sampai klenger. Karena dia dicari-cari orang China kemudian oleh ayahnya dipondokkan ke Termas Pacitan. Sewaktu dia belajar di Termas sering bermain ke rumah kakeknya, Kiai Shiddiq di Jember dan kadang-kadang bertandang ke rumah pamannya Kiai Ahmad Qusyairi di Pasuruan. Sehingga, sebelum dia pindah ke Pasuruan, dia sudah tidak asing lagi bagi masyarakat disana.
 

Setelah di pesantren Termas dipercaya sebagai lurah, Kiai Hamid sudah mulai menampakkan perubahan sikapnya, amaliyahnya mulai instensif dan konon dia suka berkhalwat disebuah gunung dekat pesantren untuk membaca wirid. Semakin lama, dia semakin jarang keluar kamar. Sehari-hari di kamar saja, enath apa yang diamalkannya. Sampai kawan-kawannya menggoda . Pintu kamarnya dikunci dari luar. Tapi, anehnya dia bisa keluar masuk.
 

Tawadlu’ dan Dermawan
 
Kiai Hamid yang kemudian diambil menantu Kiai Qusyairi adalah sosok yang halus pembawaannya. Meski sebagai orang alim dan menjadi menantu kiai, beliau tetap tawadlu’ (rendah hati). Suaranya pelan dan sangat pelan. Ketika apa saja apelan, entah mengajar, membaca kitab, berdzikir, shalat amaupun bercakap-cakap dengan tamu. Kelembutan suaranya sama persis dengan kelembutan hatinya. Beliau mudah sekali menangis. Apabila ada anaknya yang membandel dan akan memarahinya, beliau menangis dulu, akhirnya tidak jadi marah. “Angel dukane, gampang nyepurane”, kata Durrah, menantunya.
 

Kebersihan hatinya ditebar kepada siapa saja, semua orang merasa dicintai beliau. Bahkan kepada pencuri pun beliau memperlihatkan sayangnya. Beliau melarang santri memukuli pencuri yang tertangkap basah di rumahnya. Sebaliknya pencuri itu dibiarkan pulang dengan aman, bahkan beliau pesan kepada pencuri agar mampir lagi kalau ada waktu.
 

Sikap tawadlu’ sering beliau sampaikan dengan mengutip ajaran Imam Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam; “Pendamlah wujudmu di dalam bumi khumul (ketidakterkenalan)”. Artinya janganlah menonjolakan diri. Dan ini selalu dibuktikan dalam kehidupannya sehari-hari. Bila ada undangan suatu acara, beliau memilih duduk bersama orang-orang biasa, di belakang. Kalau ke masjid, dimana ada tempat kosong disitu beliau duduk, tidak mau duduk di barisan depan karena tidak mau melangkahi tubuh orang.
 

Kiai Hamid yang wafat pada tahun 1982 juga dikenal sebagai orang yang dermawan. Biasanya, kebanyakan orang kalau memberi pengemis dengan uang recehan Rp. 100,-. Tidak demikian dengan Kiai Hamid, beliau kalau memberi tidak melihat berapa uang yang dipegangnya, langsung diserahkan. Kalau tangannya kebetulan memegang uang lima ribuan, ya uang itu yang diserahkan kepada pengemis. Tak hanya bentuk uang, tapi juga barang. Dua kali setahun beliau selalu membagi sarung kepada masing-masing anggota keluarga.
 

Orang Alim
 

Biasanya orang yang terkenal dengan kewaliannya hanya dipandang dari kenyentrikannya saja. Tapi tidak demikian dengan Kiai Hamid, beliau dipandang orang bukan hanya dari kenylenehannya, tapi dari segi keilmuannya, beliau juga sangat dikagumi banyak kiai. Karena, memang sejak dari pesantren beliau sudah terkenal menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu kanoragan, ketabiban, fiqih, sampai ilmu Arudl beliau sangat menguasai. Terbukti beliau juga menyusun syi’iran.
 

Karena kedalaman ilmunya itu, masyarakat meminta beliau menyediakan waktu untuk mengaji. Akhirnya beliau menyediakan waktu Ahad pagi selepas subuh. Adapun kitab yang dibaca kitab-kitab tasawwuf, mulai dari yang kecil seperti kitab Bidayatul Hidayah, Salalimul Fudlala’ dan kemudian dilanjutkan kitab Ihya’.
 

Didalam mendidik atau mengajar, Kiai Hamid mempunyai falsafah yang beranjak dari keyakinan tentang sunnatullah, hukum alam. Ketika ada seorang guru mengadu bahwa banyak murid-muridnya yang nilainya merah. Beliau lalu memberi nasehat dengan falsafah pohon kelapa. “Bunga Kelapa (manggar) kalau jadi kelapa semua yang tak kuat pohonnya atau buahnya jadi kecil-kecil” katanya menasehati sang guru. “Sudah menjadi sunnatullah,” katanya, bahwa pohon kelapa berbunga (manggar), kena angin rontok, tetapi tetap ada yang berbuah jadi cengkir. Kemudian rontok lagi. Yang tidak rontok jadi degan. Kemudian jadi kelapa. Kadang-kadang sudah jadi kelapa masih dimakan tupai.
 

Ijazah-ijazah
 

Seperti kebanyakan para kiai, Kiai Hamid banyak memberi ijazah (wirid) kepada siapa saja. Biasanya ijazah diberikan secaara langsung tapi juga pernah memberi ijazah melalui orang lain. Diantara ijazah beliau adalah:

  1. Membaca Surat Al-Fatihah 100 kali tiap hari. Menurutnya, orang yang membaca ini bakal mendapatkan keajaiban-keajaiban yang terduga. Bacaan ini bisa dicicil setelah sholat Shubuh 30 kali, selepas shalat Dhuhur 25 kali, setelah Ashar 20 kali, setelah Maghrib 15 kali dan setelah Isya’ 10 kali.
  2. Membaca Hasbunallah wa ni’mal wakil sebanyak 450 kali sehari semalam.
  3. Membaca sholawat 1000 kali. Tetapi yang sering diamalkan Kiai Hamid adalah shalawat Nariyah dan Munjiyat.
  4. Membaca kitab Dala’ilul Khairat. Kitab ini berisi kumpulan shalawat.(m.muslih albaroni)

KH. Mas'ud (Mbah Ud) Pagerwojo

Wisata Religi Makam KH Ali Mas’ud Pagerwojo

- Setiap Kamis malam Jum’at, di kampung Pagerwojo, Kec. Buduran, dipastikan ratusan bahkan ribuan kaum muslimin, berjubel bergantian mengunjungi makam ulama kharismatik KH Ali Mas’ud atau biasa di sebut juga Mbah Ud.

Ziarah ke makam Ulama Mbah Ud
Di sekitar makam yang dikelilingi dinding papan berhias ukiran Jepara di bawah sebuah joglo ini, akan dijumpai orang-orang yang bersimpuh membaca Alquran dan berdoa ngalab berkah di makam Ulama ini.

Hampir semua warga Sidoarjo terutama generasi tua mengenal kisah Mbah Ud.

Beliau dinilai sebagai kiai yang mempunyai karomah, bahkan lazim masyarakat menganggapnya sebagai seorang waliyullah.

Makam Mbah Ud yang meninggal tahun 1979 dalam usia 46 tahun ini, termasuk salah satu makam yang dikeramatkan.

Orang berziarah untuk mengenang kealimannya dan tidak sedikit yang berdoa di makam itu untuk ngalab berkah.

“Beliau dikenal memiliki kharomah meskipun secara fisik Badannya kecil ngiyeyet, ,” ungkap Amir (77), penjaga makam dan masjid KH Ali Mas’ud.

Di masyarakat Pagerwojo sudah umum beredar kisah-kisah tuah Mbah Ud yang diceritakan tutur tinular.

Salah satu kisahnya seperti ketika diundang pejabat pemerintah dalam sebuah acara Mbah Ud tidak mau dijemput naik mobil.

Dia berangkat sendiri naik becak yang ternyata datang lebih awal dari mobil jemputannya.

Makamnya di RT 26 RW 6 Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran itu menjadi tempat ziarah banyak pelaku usaha dan politikus yang mengharapkan kesuksesan.

“Dulu pernah ada orang, sepertinya pengusaha dari Kalimantan. Begitu mendarat di Juanda langsung ke sini. Tujuannya, cuma ambil tanah makamnya Mbah Ud buat dibawa pulang,” cerita Amir.

Makam Mbah Ud sendiri memang gampang dicari. Dari Surabaya, traffic light pertama selepas jalan layang Jenggolo Kota Sidoarjo langsung belok ke kanan masuk Jl Raya Pagerwojo, persis di sebelah utara Sungai Pucang.

Kemudian lurus mengikuti jalan itu sampai bertemu lagi traffic light. Di sekitar traffic light itu ada papan penunjuk ke makam Mbah ‘Ud yang mengarahkan untuk berbelok ke kanan masuk jalan kampung yang lebarnya cuma sekitar 4-5 meter tapi beraspal mulus

Karomah dari Gus Miek

Sebagai salah satu wali di Jawa adalah Gus Miek. Membicarakan beliau seperti tak ada habis-habisnya. Tokoh sentral semaan Al Qur'an dan Mujahadah Dzikrul Ghofilin ini memang banyak sekali kiprahnya di dunia dakwah, baik di kelompok rakyat kecil maupun kalangan diskotik dan club malam. Mari kita simak bersama kisah-kisah Gus Miek semasa hidupnya :

Nama lengkap beliau adalah KH. Chamim Jazuli lahir dari seorang ulama besar di daerah Ploso, Mojo, Kediri Jawa Timur. Beliau adalah pendiri sema’an alquran dan jamaah Dzikrul Ghofilin..

Sejak kecil Gus Miek, panggilan akrab beliau, sudah memiliki keanehan-keanehan. Beliau sering pergi dari rumah sampai Kyai Jazuli, ayah beliau, menganggap putranya hilang. Pada waktu di pesantren ayahnya, Gus Miek jarang sekali mengikuti pengajian di madrasah tetapi anehnya itu semua tidak membuat Gus Miek ketinggalan pemahaman tentang agama (kitab kuning) dengan santri-santri ayah beliau. Ketika diuji kemampuan Gus Miek dalam memahami agama malahan jauh melebihi santri-santri ayahnya yang setiap hari masuk dan mengaji di madrasah. Beliau kemudian berguru pada Kyai Dalhar Watucongol, Kyai Hamid Pasuruan, dll. Semua guru dari gus miek tersebut telah dikenal oleh masyarakat sebagai tokoh agama yang paling berpengaruh di daerahnya.

Pada zaman beliau terdapat suatu ketetapan di organisasi Nahdhatul Ulama (NU) tentang thoriqoh. Organisasi NU menetapkan bahwa thoriqoh yang resmi dan diakui keberadaannya hanyalah thoriqoh yang mu’tabaroh artinya silsilah dari thoriqoh itu jelas sampai ke Nabi Muhammad SAW sedangkan thoriqoh yang tidak mu’tabaroh seperti thoriqohnya Sunan Kalijogo, Syaikh Siti Jenar itu tidak diakui keberadaannya. Sungguh tindakan yang sangat bijaksana menurut saya karena pada saat itu Gus Miek tidak memihak salah satu thoriqoh seperti yang dilakukan oleh kebanyakan kyai, tetapi gus miek malahan membuat suatu jama’ah dimana jama’ah tersebut berkumpul melakukan dzikir bersama tanpa harus diembel-embeli thoriqoh mu’tabaroh atau ghoiru mu’tabaroh yang diberi nama jama’ah Dzikrul Ghofilin. Ini merupakan suatu solusi yang bijaksana di mana beliau mampu mengakomodir segala kepentingan. Setiap orang bisa masuk ke jama’ah yang beliau dirikan baik dari kelompok mu’tabaroh atau ghiru mu’tabaroh bahkan orang bukan thoriqohpun bisa masuk pokoknya syarat utama untuk masuk jama’ah Dzikrul Ghofilin adalah islam.

Gus Miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga dikenal sebagai orang yang nyeleneh. Beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang melakukan maksiat dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan santrinya kitab kuning. Hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di Jawa Timur, keluar masuk club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran jalan pintas.

Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur. Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau interaksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas). Hal itu dilakukan karena Gus Miek mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan dan KH. Achmad Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”Dzikrul Ghafilin” (pengingat mereka yang lupa). Gerakan-gerakan spritual Gus Miek telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar Jawa. Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun akhirat.

Gus Miek seorang hafizh (penghafal) Al-Quran. Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan, beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.

Pernah diceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke discotiq dan di sana bertemu dengan Pengunjung yang sedang asyik menenggak minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek. Salah satu dari mereka mengenali Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek, ”Gus, kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami? sampeyan kan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama?" Lalu Gus Miek Menjawab, "Aku tidak meminumnya..! Aku hanya membuang minuman itu kelaut…"

Hal ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa keanehan, Gus miek angkat bicara, "Sampeyan semua gak percaya kalau aku tidak meminumnya tapi membuangnya kelaut..?" Lalu Gus Miek Membuka lebar mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget. Di dalam mulut Gus Miek terlihat laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut dibuang ke laut. Dan saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWT untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama.

Itulah salah salah satu Karomah kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus Miek.

Jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akherat kelak.

Ketika beliau dakwah di semarang tepatnya di NIAC di pelabuhan tanjung mas. Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan, Gus Miek yang masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. Niac pun yang semula menjadi surga perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan.

Satu contoh lagi ketika Gus Miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus Miek masuk kedalam club yang dipenuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu Gus Miek langsung menuju waitress (pelayan minuman). Beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itupun mundur tapi terus dikejar oleh Gus miek sambil tetap meniupkan asap rokok di wajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club malam itu.

Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH. Ahamad Siddiq yang sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang Wanita. “Aku setiap kali bertemu wanita walau secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja.., jadi jalan untuk syahwat tidak ada.” jawab Gus Miek.

Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu di jalan maupun saat bertemu dengan tamu. ”Apabila aku bertemu orang di jalan atau tamu aku diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menagis." jawab Gus Miek.

Adanya sistem Dakwah yang dilakukan Gus Miek tidak bisa di contoh begitu saja karena resikonya sangat berat. Bagi mereka yang Alim pun sekaliber KH. Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan dakwah seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh. Abdul Hamid juga seorang waliyalloh.

Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang Siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.

sumber informasi :
http://yovitaku.blogspot.com